Tuesday, 21 July 2015

Penyanyi Dangdut Iceu Wong Tutup Usia

Jakarta -
Berita duka datang dari panggung hiburan Tanah Air. Usai libur Lebaran, penyanyi dangdut Iceu Wong yang sukses dengan lagu 'Pacar 5 Langkah', tutup usia hari ini. Iceu meninggal dunia pagi sekitar pukul 04.00 WIB di Bandung. 

"Iya, tadi pagi sekitar jam 4 di rumah sakit Immanuel Bandung," ucap suaminya Gesit ketika dihubungi detikHOT, Rabu (22/7/2015) pagi. 

Saat ini, jenazah tengah dibawa ke rumah duka di kawasan Rancaekek, Bandung. "Ini saya lagi di ambulans dan Insya Allah akan dikebumikan hari ini," ungkapnya. 

Iceu Wong wafat di usia yang ke-30 tahun. Wanita kelahiran Bandung, 29 Agustus 1984 silam ini meninggalkan satu orang putri bernama Sabrina Vania Oktaviani, 5 tahun. 

Selain dikenal dengan single 'Pacar 5 Langkah' yang dirilisnya 2008 silam, Iceu juga pernah membawakan lagu dangdut lainnya yang berjudul 'Burung Saya' (2013). 

Thursday, 2 July 2015

Hati-hati Penawaran "Menjebak" AXA Mandiri Melalui Rekening Payroll

Sejak Kamis pagi, 3 Januari lalu, telepon kantor di ruangan kami mendadak sering berdering. Anehnya, penelponnya sama-sama mengaku dari Bank Mandiri, meski orangnya berbeda-beda, pria dan wanita. Yang dicari pun berbeda-beda. semuanya karyawan kami yang bertugas di lapangan/ pabrik. Karena jumlah karyawan kami ratusan dan tersebar di beberapa lokasi perusahaan yang berbeda, hampir semua telepon itu tidak bisa kami sambungkan pada yang bersangkutan. Sebab kami juga tidak mencatat nomor HP semua karyawan. Di lapangan, cukup para Pengawas (Superintendent) yang kami beri ponsel sekaligus simcard dengan operator yang sama. Jadi bisa dibilang kami tak pernah berhubungan dengan karyawan melalui nomor telepon kantor.
Semula saya kira ada penawaran kredit dari Bank Mandiri kepada pekerja kami yang memang menjadi nasabah Bank Mandiri karena gajinya dibayarkan melalui Bank Mandiri. Saya mulai khawatir ketika beberapa telepon itu mencari karyawan kami yang tinggal beberapa bulan lagi akan memasuki usia pensiun. Akhirnya, sore itu saya minta kalau ada telepon lagi dari Bank Mandiri,agar disambungkan ke saya. Kebetulan saat itu penelponnya wanita, saya tanya ada urusan apa mencari karyawan kami, dia tak mau menjawab dan berkilah itu rahasia, hanya nasabah langsung yang boleh tahu. Saya menebak soal kredit dan meminta pihak Bank Mandiri sebaiknya datang saja ke kantor kami lebih dulu untuk membicarakan kredit yang ditawarkan, nanti kami akan membantu memberikan data sisa masa kerja serta rekam jejak karyawan yang kredibel untuk diberi kredit. Sebab jika penerima kredit ternyata karyawan yang buruk catatan disiplinnya dan suatu saat di-PHK, bukankah bank merugi atas kelangsungan angsurannya? Si mbak di ujung telepon tak mengiyakan maupun menolak tebakan dan saran saya, dia lalu menutup telepon.
Hari Jumat, telepon serupa kembali ramai. Kebetulan ada salah seorang yang kemarin dicari oleh penelpon, pagi itu datang ke kantor. Dia memang diminta datang oleh staf kami karena kemarin penelpon mengatakan ada kabar gembira untuk Pak Kasmin (sebut saja begitu). Staf kami mengira Pak Kasmin mengajukan kredit dan disetujui. Ternyata saat kami tanya, Pak Kasmin menjawab dirinya ditawari asuransi dari AXA Mandiri, padahal ia tidak tahu apa itu asuransi. Pak Kasmin orangnya sudah tua dan lugu.
Karyawan lain ada yang mengadu, ia pernah dihubungi melalui ponsel, ditawari ikut program asuransi kesehatan. Karena tak tahu apa yang dibicarakan, orang itu hanya menjawab “iya” dan “iya” saja setiap kali ditanya. Si penelpon mengatakan bahwa pembicaraan mereka direkam dan jawaban dari karyawan kami tersebut dianggap persetujuan. Setelah itu rekening gajinya selalu berkurang sekitar Rp. 500 ribuan setiap kali ada transfer gaji masuk. Tampaknya Bank Mandiri melakukan pemotongan auto debet sebagai pembayaran asuransinya. Karyawan tersebut mengeluh keberatan. Uang sejumlah itu besar sekali dibandingkan gaji pokoknya yang berbasis UMK. Bahkan ia katakan, kalaupun harus menabung, ia tak akan mampu menyisihkan sejumlah itu. Sementara, ia dan keluarganya tak pernah memanfaatkan layanan asuransi kesehatan.
Karena sepanjang hari Jumat itu telepon yang sama masih cukup banyak yang masuk, saya putuskan untuk menghadapi penelpon dengan lebih tegas. Saya pesankan agar telepon berikutnya disambungkan ke saya. Kali ini petugas telemarketer-nya pria. Saya tanya “dari mana” ia menjawab “dari Bank Mandiri”. Langsung saja saya ‘tembak’ : “dari AXA Mandiri kan? Bukan Bank Mandiri!”. Akhirnya penelpon mengiyakan tebakan saya. Selanjutnya, saya berusaha menguasai pembicaraan, sebelum di ujung sana bertanya, sayalah yang lebih dulu menanyainya.
Saya cecar penelpon dengan pertanyaan dari mana ia mendapat nomor telepon perusahaan kami. Dijawabnya dari data karyawan kami sebagai nasabah Bank Mandiri. Jelas itu tak mungkin, sebab kami baru pindah kanrtor ke gedung baru awal Desember 2012 dan telepon itu baru diaktifkan. Bahkan karyawan kami pun tidak tahu. Rupanya mereka mendapatkan nomor telepon baru ini setelah menghubungi nomor lama kami yang tersambung pada resepsionis Grup Perusahaan kami. Si penelpon menyebutkan nama perusahaan kami yang ternyata itu nama perusahaan tahun 2009, padahal pada awal 2010 perusahaan kami sudah berganti nama karena perluasan lini usaha. Begitu pun alamat kantor yang dia sebutkan, sebuah alamat di kampung, tak tertera nama jalan, hanya nama lingkungan serta RT/RW-nya saja. Padahal Grup Perusahaan kami memiliki lahan sendiri dimana semua anak perusahaan berkantor di alamat yang sama meski menempati gedung-gedung yang berbeda. Tidak pernah perusahaan kami berkantor di perkampungan/ perumahan.
Saya pun ganti mencecarnya dengan minta nomor telepon kantor, nomor fax, alamat kantor dan email resmi perusahaan. Saya nyatakan keberatan dengan cara-cara pemasaran paket asuransi kesehatan yang tidak etis dan menjebak. Para petugas telemarketing itu mendapatkan data-data nasabah dari Bank Mandiri, lalu mereka menghubungi langsung jika kebetulan nomor HP-nya bisa dihubungi. Jika tak tercantum nomor HP, mereka menghubungi telepon kantor. Masalahnya adalah : karyawan kami yang disasar itu adalah karyawan di level buruh yang tingkat pendidikannya beragam, mulai lulusan SD sampai SMA dengan tingkat pemahaman yang tak semuanya paham dengan produk-produk perbankan dan asuransi serta resiko dan kewajibannya.
Curangnya, cukup dengan menjelaskan melalui telepon – yang menurut pengakuan karyawan kami dilakukan dengan cara “nyerocos” tanpa bisa disela – mereka menganggap pihak yang ditelepon sudah paham jika menjawab “iya”. Jawaban itu direkam lalu dijadikan dasar sebagai persetujuan membeli paket program asuransi yang mereka tawarkan. Lalu, tanpa ada formulir tertulis yang ditandatangani nasabah yang bersangkutan, mereka bisa meminta Bank Mandiri melakukan pemotongan auto debet atas rekening nasabah, sebagai pembayaran premi asuransi.
Saya mengecam habis-habisan trik pemasaran menjebak seperti itu yang saya nilai tidak etis dan tidak mengindahkan hak-hak nasabah untuk berpikir lebih jauh, berdiskusi dengan keluarga dan mencari tahu lewat orang yang lebih paham. Sekali lagi saya meminta pihak AXA Mandiri datang ke kantor kami, mempresentasikan program yang mereka jual, jika sesuai dengan kebutuhan kami, bisa kami bantu tawarkan pada karyawan secara selektif dengan mempertimbangkan kemapuan finansial karyawan. Sebab karyawan di lapangan yang mereka sasar rata-rata penghasilannya masih pas-pasan dan tingkat sosial ekonomi mereka belum pada taraf butuh membeli asuransi apapun. Umumnya masih berkutat dengan kebutuhan hidup sehari-hari. Tak lupa saya katakan bahwa kami akan mengirim surat keberatan resmi kepada AXA Mandiri.
Senin pagi, saya konsepkan surat yang ditandatangani Direktur kami, berisi 10 point keberatan atas penawaran dan trik pemasaran tidak etis dari para petugas telemarketing AXA Mandiri. Surat itu saya fax ke kantor AXA Mandiri pusat (sesuai pengakuan penelpon hari Jumat sore) dan tembusannya akan kami serahkan langsung kepada Bank Mandiri cabang dimana kami membuka rekening payroll bagi karyawan kami.
Intinya, keberatan itu meliputi hal-hal berikut :
1. Penelpon mengaku dari Bank Mandiri padahal petugas telemarketingdari Axa Mandiri.
2. Yang dijadikan sasaran adalah karyawan di lapangan yang tingkat pendidikan dan pemahamannya beragam dan awam dengan masalah/produk perbankan dan asuransi serta tidak paham resikonya.
3. Data karyawan kami diambil dari data nasabah tabungan di Bank Mandiri, yang mana rekening tersebut adalah rekening payroll untuk mentransfer gaji karyawan.
4. Penawaran program dilakukan melalui telepon, dimana jawabantarget direkam dan ketika target menjawab “iya” untuk beberapa pertanyaan, maka dianggap telah menyetujui untuk membeli paket program asuransi kesehatan yang premi bulanannya dipotong secaraauto debet dari rekening gaji karyawan tersebut.
5. Ada pengaduan dari karyawan kami, rekening gajinya setiap bulandipotong sekitar Rp. 500.000,-an yang mana hal tersebut dianggap sebagai pembayaran premi asuransi kesehatan yang tidak pernah diniatkan untuk diikuti.
6. Karyawan kami diwajibkan membayar premi dengan cara dipotongauto debet rekening gajinya, namun tidak dapat memanfaatkan benefitnya karena kurang paham mengenai bagaimana memanfaatkan asuransi kesehatan.
7. Karyawan kami yang menjadi sasaran masih berada pada tingkatan sosial ekonomi yang belum memprioritaskan membeli asuransi kesehatan.
8. Kami telah 2 (dua) kali meminta para petugas telemarketing agar datang ke kantor kami, untuk terlebih dahulu membicarakan mengenai program ini sebelum dipasarkan secara langsung kepada karyawan dengan cara memanfaatkan ketidakpahaman karyawansehingga mereka terjerat untuk mengiyakan.
9. Kami keberatan data pribadi dan data perusahaan dari rekeningpayroll nasabah Bank Mandiri diberikan secara terbuka kepada pihak ketiga (dalam hal ini AXA Mandiri) yang kemudian menyerahkan lagikepada petugas-petugas telemarketing yang kemungkinan status kepegawaiannya bukanlah karyawan tetap yang bisa sewaktu-waktu keluar/ menghentikan hubungan kerja. Karena itu, kami merasa tidak aman karena data nasabah tersebut berpotensi disalahgunakan.
10. Apabila Bank Mandiri dan AXA Mandiri tidak menindaklanjuti hal ini dengan sepatutnya, kami akan memindahkan seluruh rekeningpayroll karyawan kami ke bank lain dan selanjutnya kami akanmelaporkan hal ini kepada otoritas pengawasan Bank Indonesia,menyangkut etika dan kerahasiaan nasabah.
Sayangnya, siang hari setelah surat keberatan kami fax, ada lagi telepon masuk dari petugas telemarketing pria, kali ini mengaku dari Kartu Kredit Bank Mandiri. Padahal karyawan kami yang dicarinya tak memiliki kartu kredit. Setelah saya desak dengan nada tegas apa benar ia dari Mandiri Card Center, akhirnya ia mengaku dari AXA Mandiri. Saya makin kesal dengan ketidakjujuran ini. Seolah mereka punya 1001 cara untuk memperdaya dan mengecoh calon korban yang tak lain nasabah Bank Mandiri. Ketika saya katakan kami sangat keberatan dengan “ke-ndableg-an” AXA Mandiri dan akan membuka masalah ini melalui media sosial di internet dan surat pembaca di media mainstream, si penelepon ternyata malah menantang dan mempersilakan. Lalu tanpa sopan santun ia menutup telepon sebelum saya menanyainya lebih jauh.
Maka, inilah keluhan saya sebagai nasabah Bank Mandiri sekaligus sebagai pihak HRD Perusahaan yang merasa perlu dan wajib melindungi karyawan dari taktik jual beli asuransi yang tidak etisdengan memanfaatkan ketidaktahuan nasabah yang awam soal perbankan dan asuransi. Selain itu kami merasa tidak secure bila data pribadi nasabah dan data alamat perusahaan dari rekening payrollbisa dengan seenaknya diberikan kepada pihak ketigaDimana jaminan kerahasiaan nasabah dari Bank Mandiri sebagai bank Pemerintah terbesar?
Demikian pula AXA Mandiri, jika ingin mencari pelanggan asuransi kesehatan, kenapa mereka tak menyasar nasabah pribadi (bukan rekening payroll) yang saldonya cukup besar sehingga patut diduga pemilik rekening cukup mampu menyisihkan uang untuk ditabung. Perlu diketahui, rekening payroll karyawan kami umumnya langsung ditarik habis setiap kali menerima transfer gaji, THR, gaji ke-13 dan apapun yang dibayarkan melalui rekening gaji mereka. Karena itusangat merugikan dan tidak berperikemanusiaan jika ada pihak ketiga yang memotong gajinya tanpa mereka sadari sepenuhnya.Tidak selayaknya juga bank bisa melakukan pemotongan auto debethanya atas permintaan pihak ketiga, tanpa ada persetujuan tertulis dari pemilik rekening. Mungkin ada pembaca yang paham aturan perbankan dan etikanya secara lebih detil? Mohon saran dan masukannya.

Wednesday, 24 June 2015

Bella Sophie Kesepian

Bella Sophie Kesepian


 Sejak puasa pertama hingga hari ke enam, Bella Sophie belum merasakan nikmatnya berpuasa bersama suaminya, Suryono, yang berdomisili di Papua.
"Suami aku belum pernah datang dari puasa pertama . Ya, ikhlas aja, terima saja," kata Bella ditemui di pusat perbelanjaan di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (23/6/2015).
Bella mengaku kesepian saat berpuasa tanpa ada orang yang dicintai. "Pasti kesepian, cuma di samping itu saya ada orang-orang yang aku cintai kayak adik aku dan keluarga aku."
Mantan kekasih Adjie Pangestu itu awalnya akan mengunjungi Suryono di Papua pada hari ini, 24 Juni. Namun, agenda berubah karena justru Suryono yang akan mendatangi Bella di Jakarta.
"Lusa (25 Juni) akan datang, aku tanya ke dia suka makan apa, mau makan apa. Paling saya masakin yang nggak ribet-ribet lah," ujar dia.

5 Orang yang Sukses Membohongi "Lie Detector"

Dari pembunuh berantai hingga mata-mata.

 Lie detector atau alat pendeteksi kebohongan hingga saat ini menjadi salah satu perangkat yang diandalkan untuk membantu mengungkap sebuah kasus kejahatan. Lie detectorpulalah yang dipakai kepolisian untuk menguji kebenaran keterangan dari Agus, tersangka pembunuh Engeline Margriet Magawe (Angeline), bocah kelas 2 SDN 12 Kesiman, Sanur, Denpasar, Bali.
Berdasarkan catatan sejarah, perangkat yang juga dinamakan Polygraph itu sudah berulang kali berhasil menjerat tersangka kriminal atau mata-mata. Namun, tak jarang pula, penjahat kelas kakap atau agen spionase berhasil mengakali alat ini dan lolos dari tangan hukum.
Berikut ini adalah 5 orang yang sukses mengecoh polisi berkat kepiawaiannya menyiasati lie detector.
Gary Ridgway
Lelaki yang dikenal dengan julukan Green River Killer ini adalah salah satu pembunuh yang sukses membohongi lie detector pada tahun 1984 silam. Pembunuh berantai yang menghabisi nyawa 49 orang itu lolos dari tes kebohongan yang dilakukan oleh polisi dan FBI.
Bertahun-tahun kemudian, atau tepatnya pada tahun 2001, ia baru ditangkap kembali dan mengaku bersalah setelah polisi menemukan DNA Gary di salah satu mayat korbannya. Selama bebas, Gary sudah menghabisi tujuh orang perempuan lainnya.
Aldrich Ames
Lelaki bernama lengkap Aldrich Hazen Ames ini dikenal sebagai agen Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) yang merangkap sebagai mata-mata Uni Soviet dan Rusia.
Berawal dari kebocoran informasi intelijen, Ames akhirnya dijadikan salah satu tersangka. Hebatnya, Ames berhasil mengecoh uji kebohongan dengan polygraph, bahkan sampai dua kali, yakni pada tahun 1986 dan 1991.
Pada mulanya, Ames khawatir tidak lolos. Berbekal pesan dari KGB, badan intelijen Uni Soviet, Ames sukses mengakali tes tersebut.
Ames, yang akhirnya divonis bersalah dalam kasus pengkhianatan terhadap Amerika Serikat, mengungkap bagaimana dia mengecoh lie detector.
"Tidak ada sihir. Kepercayaan diri adalah kuncinya. Kepercayaan diri dan hubungan dekat dengan staf penguji," kata Ames.
Ana Belen Montes
Ana adalah mantan analis senior di Defense Intelligence Agency (DIA), Amerika Serikat. Ia didakwa memberkan informasi rahasia Amerika Serikat kepada pemerintahan Kuba.
Sempat lolos dari uji kebohongan, Ana akhirnya divonis 25 tahun penjara pada tahun 2002.
Leandro Aragoncillo
Leandro merupakan mantan analis intelijen Biro Penyidik Federal Amerika Serikat (FBI) yang juga pernah lolos tes kebohongan. Mantan anggota Korps Marinir AS keturunan Filipina itu akhirnya dinyatakan bersalah mencuri informasi rahasia negara dan membocorkannya kepada pemimpin oposisi Filipina.
Karel Koecher
Lelaki kelahiran Cekoslowakia ini disusupkan badan intelijen Cekoslovakia ke Amerika Serikat pada tahun 1965 karena keahliannya berbahasa Inggris. Setelah beberapa tahun non-aktif, Karel dipekerjakan sebagai penerjemah bahasa di Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA).
Fasih sejumlah bahasa negara Eropa Timur, Karel dipercaya CIA untuk menerjemahkan dokumen-dokumen rahasia. Tak pelak, ia jadi sumber utama informasi bagi badan intelijen negaranya, juga Uni Soviet.
Kedok Karel terbongkar, namun ia sempat berhasil lolos dari uji polygraph. Tapi, FBI lebih jeli, dan Karel pun ditangkap pada tahun 1984.
Dibebaskan lewat sebuah skema pertukaran tawanan, Karel pulang ke Cekoslowakia dan disambut sebagai pahlawan di negaranya.

Perempuan Ditemukan Meninggal dengan Mata Menatap Ponsel

Sebelum meninggal, si perempuan mengakses sebuah situs internet.


Seorang perempuan di Zhejiang, Cina, ditemukan meninggal di atas tempat tidur. Anehnya, saat ditemukan, mata si perempuan dalam keadaan masih menatap telepon genggam.
Lansiran Nanyang Siang Pau, perempuan tersebut bernama Dong Bing. Perempuan berusia 27 tahun itu diketemukan masih menggenggam ponselnya.
Berdasarkan penyelidikan, sesaat sebelum meninggal dunia, Dong Bing sedang membuka TaoBao, situs toko online terbesar di Cina, pada smartphonenya.
Dokter menduga, Dong meninggal dunia akibat serangan jantung. (Asia One)

Ketika Gadis-gadis Berbikini Berjualan Bubur Hangat

Strategi promosi gila yang dilakukan sebuah restoran di Negeri Tirai Bambu.

Ada banyak cara untuk mempromosikan sebuah restoran yang baru saja dibuka. Sebuah restoran penjual menu bubur di Shenyang, Provinsi Liaoning, Cina, memilih cara yang cukup ekstrem untuk memperkenalkan dagangannya kepada khalayak ramai.
Bukan dengan diskon atau promo beli satu porsi gratis satu porsi yang biasa dipakai restoran kebanyakan, restoran bubur ini mempekerjakan pelayan perempuan dan laki-laki yang berbusana tak lazim. Alih-alih mengenakan seragam bagus dan rapi, para pelayan didandani dengan pakaian minim.
Restoran ini memang benar-benar nekat. Bagaimana tidak, para pelayan perempuannya didandani dengan bikini super mini, sementara pelayan laki-lakinya diminta bertelanjang dada.
Restoran baru ini terletak di distrik Tiexi, Kota Shenyang. Menu andalan mereka adalah bubur. (Shanghaiist)

Negara Ini Pakai Cara Aneh Kampanye Pendidikan Seks Anak Muda

Norwegia kampanye penggunaan kondom pakai kostum 'penis raksasa'


Latest News
 Khawatir dengan penyakit menular seksual seiring dengan makin banyaknya anak muda ‘bercinta’ tanpa menggunakan kondom, sebuah yayasan di Norwegia punya cara cukup sinting untuk berkampanye pencegahan.
Mereka menyewa tenaga pelajar dan mahasiswa menggunakan kostum penis raksasa untuk berkeliling dan mendekati sejumlah pasangan di taman-taman.
Mereka memperagakan penis yang ejakulasi dengan menembakkan bom kertas metalik dari sebuah lubang kostum penis di atasnya.
Philip van Eck (19), yang mendapat pekerjaan sebagai ‘penis rakasasa’ menyebutnya sebagai hal yang unik dan bisa menarik perhatian agar pasangan menggunakan kondom dan bahaya penyakit menular seksual.
Dia terpilih menjadi salah satu pengguna kostum karena tinggi badannya yang lebihd dari 170 sentimeter.
“Kupikir ini sesuatu yang lucu dan menggelikan,” katanya.
“Kalau saya bisa melakukan hal baik untuk orang lain, hanya menjadi penis, maka tidak ada yang lebih baik dari itu,” ujar Philip lagi.
Kampanye ini snegaja difilmkan dan dalam sekejap mendapat perhatian luar biasa di Norwegia.
“Tiba-tiba, sejumlah orang mau menyentuh penis dan berfoto, saya hampir merasa seperti dilecehkan,” serunya sambil berguyon.
Seperti dilansir dari Dailystar, penggunaan kondom di Norwegia sangat rendah dibandingkan dengan negara tetangganya Swedia, Denmark dan Finlandia.
“Seks seharusnya menyenangkan, menarik dan sedikit nakal. Kami ingin kampanye juga merefleksiakan hal itu,” kata Pernile Berg dari agensi iklan yang ikut terlibat dalam kampenye itu.